English Version:
One thing leads to the other. Deforestation leads to climate change, which leads to ecosystem losses, which negatively impacts our livelihoods and that is a vicious cycle. In 2012, the Indonesian president Susilo Bambang Youdhoyono signed a decree authorising conservation of at least 45% of its share of the island of Borneo, or known as Kalimantan. The decree covers a massive area encompassing vast tracts of rainforest in the heart of Borneo and landscapes beyond. “ At least 45% of Indonesian Borneo will serve as the lungs of the world, with the plan ensuring that local ecosystems are protected and the biodiversity of the island is allowed to flourish '' a presidential press release said.
The Indonesian archipelago, which consists of approximately 17,000 islands, is home to some of the world's most biodiversity forests. In 1900, total forests accounted for 84% of the total land area. However, over the last two decades, the country has lost about 10 million hectares of primary forest, of which about 70% are in mineral soil forests and 30% are in carbon-rich peat forests. Indonesia is home to the third largest tropical forest in the world. Sadly, since the 1960s, half of the country's forests have been logged by illegal loggers, giving way to commercial plantations such as palm oil. In addition, magazine paper products, toilet paper, packaging, toothpaste and palm oil such as chocolate contribute to this destruction.
Separately, according to a 2021 survey, 81% of Indonesia's palm oil deforestation is illegal, and Malaysia is estimated to be a major transit country for illegal timber products from Indonesia. On the political front, we continue the fact that the Indonesian government's role in controlling deforestation has been widely criticised. Corruption among Indonesian local civil servants has fueled the irony of the government's crackdown on illegal logging activities. For example, in 2008, the acquittal of Adelin Lis, the owner of a logging company, for illegal logging further aroused public opinion and sparked extensive criticism of Indonesian political institutions.
Two-thirds of the burned area was in the provinces of West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara, which until recently experienced much less burning than those islands of Sumatra and Borneo. In addition to that as for the end of November, the flames had burned 353.222 hectares of land, an area twice the size of London. This is up nearly 16% from the 292.942 hectares of area burned during the whole 2020. Making Indonesia as the country that has the highest deforestation rates in the world, with just under half of the country’s original forest cover now remains. The rapid and increasing deforestation which include the conversion and burning of peat oils causes severe air pollution, presenting major public health harms with over 50.000 Indonesian citizens having respiration problems
Indonesia’s president has made permanent a temporary moratorium on forest clearing permits for plantation and logging. The government claims that the policy has proven effective in curtailing deforestation. But whose apparent gains have been criticised by environmental activists as mere propaganda. Instead of zero deforestation, Indonesia has opted to rehabilitate forests and peatland in a bid to absorb the same amount of carbon dioxide from the atmosphere that is released by deforestation, a strategy dubbed forestry and land use net carbon sink. It is true that Indonesia is trying to reduce deforestation but problem areas still remain, reversing the effects of deforestation is complicated but planting trees is simple.
Deforestasi - Bencana Dunia yang Menunggu
Indonesian Version:
Satu hal mengarah ke yang lain, deforestasi menyebabkan perubahan iklim, yang menyebabkan hilangnya ekosistem, yang berdampak negatif pada kehidupan sehari hari kita, dan merupakan lingkaran yang mematikan. Pada tahun 2012, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani dekrit yang mengizinkan konservasi setidaknya 45% dari bagiannya di pulau Kalimantan, atau dikenal sebagai Borneo. Keputusan tersebut mencakup wilayah yang sangat luas yang mencakup wilayah hutan hujan di jantung Kalimantan dan lanskap di luarnya. “ Setidaknya dari 45% Kalimantan, Indonesia akan menjadi paru-paru dunia, dengan rencana memastikan ekosistem lokal dilindungi dan keanekaragaman hayati pulau dibiarkan berkembang ” demikian siaran pers presiden.
Kepulauan Indonesia, yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau, adalah rumah bagi beberapa hutan dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Pada tahun 1900, total hutan menyumbang 84% dari total luas daratan. Namun, selama dua dekade terakhir, negara ini telah kehilangan sekitar 10 juta hektar hutan primer, dimana sekitar 70% berada di hutan tanah mineral dan 30% berada di hutan gambut yang kaya karbon. Indonesia adalah rumah bagi hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Sayangnya, sejak tahun 1960-an, setengah dari hutan negara itu telah ditebangi oleh para penebang liar, dan digantikan oleh perkebunan komersial seperti kelapa sawit.
Secara terpisah, menurut survei tahun 2021, 81% deforestasi kelapa sawit Indonesia adalah ilegal, dan Malaysia diperkirakan menjadi negara transit utama produk kayu ilegal dari Indonesia. Di bidang politik, diketahui fakta bahwa peran pemerintah Indonesia dalam mengendalikan deforestasi telah banyak dikritik. Korupsi di kalangan pegawai negeri sipil Indonesia telah memicu ironi tindakan keras pemerintah terhadap kegiatan pembalakan liar. Sebagai contoh, pada tahun 2008, pembebasan Adelin Lis, seorang pemilik perusahaan penebangan kayu.
Dua pertiga dari wilayah yang terbakar berada di provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, hingga saat ini mengalami kebakaran yang jauh lebih sedikit dibandingkan pulau Sumatera dan Kalimantan. Selain itu, hingga akhir November lalu, kobaran api telah menghanguskan lahan seluas 353,222 hektare, dua kali luas London. Jumlah ini naik hampir 16% dari 292.942 hektar area yang terbakar sepanjang tahun 2020. Menjadikan Indonesia sebagai negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia, dengan hanya tersisa setengah dari tutupan hutan asli negara tersebut. Deforestasi yang cepat dan meningkat dengan konversi dan pembakaran minyak gambut menyebabkan polusi udara yang parah, menghadirkan gangguan kesehatan masyarakat dengan lebih dari 50.000 warga Indonesia mengalami masalah pernapasan.
Presiden Indonesia telah menetapkan moratorium sementara izin dalam hal pembukaan hutan untuk perkebunan dan penebangan secara permanen. Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan tersebut terbukti efektif dalam mengurangi deforestasi. Tapi yang nyatanya telah dikritik oleh para aktivis lingkungan sebagai propaganda belaka. Alih-alih nol deforestasi, Indonesia telah memilih untuk merehabilitasi hutan dan lahan gambut dalam upaya untuk menyerap jumlah karbon dioksida yang sama dari atmosfer yang dilepaskan oleh deforestasi, sebuah strategi yang disebut sebagai penyerap karbon bersih kehutanan dan penggunaan lahan. Memang benar bahwa Indonesia sedang berusaha untuk mengurangi deforestasi tetapi area bermasalah masih ada, membalikkan efek deforestasi itu rumit tetapi menanam pohon itu sederhana.